Rabu, 22 Mei 2013

Euthanasia menurut Islam


KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur kita ucapkan kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan taufik dan hidayah kepada hambanya yang beriman dan bertakwa.
Sholawat serta salam tercurah kepada nabi Muhammad SAW yang di utus menjadi rahmat bagi sekalian alam.
Begitu pula pada keluarganya, sahabatnya, dan orang muslim yang istiqamah dalam menyebarkan syiar agama islam sampai hari kiamat.












                                                                                                                             Penulis








BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Badai krisis multi-dimensi masih terus berkecamuk. Sector industri masih belum menampakkan kepulihannya. Harga barang juga tetap melambung tinggi. Daya beli masyarakat rendah. Akan tetapi sector ekonomi tampaknya belum menunjukkan perubahan yang signifikan (berarti), padahal segala jurus penangkal krisis telah di keluarkan. Berbagai dewan pendukung tim ekonomi telah dikerahkan, baik pada masa pemerintahan gusdur maupun pemerintahan-pemerintahan sesudahnya. Namun hasilnya masih jauh dari apa yang diharapkan. Ada yang mengatakan , Indonesia perlu pemimpin manusia setengah malaikatuntuk mengatasi segala persoalan.
Lalu, dalam kondisi ini, masyarakat kecil yang paling merasakan dampaknya. Akibatnya, sebagian besar kebutuhan mereka terabaikan. Yang lebih memprihatinkan, jika yang terabaikan itu adalah masalah kesehatan. Sering muncul kasus keluarga miskin yang menderita penyakit kronis, tapi membiarkan penyakit itu menggrogoti tubuhnya. Atau paling banter hanya sekedar berobat ala kadarnya. Tidak lain karena mereka tidak mempunyai biaya untuk berobat, jangankan untuk berobat secara rutin ke dokter spesialis, untuk kebutuhan sehari-hari saja mereka kembang kempis.
Padahal jika di biarkan berlarut-larut penyakit itu akan semakin parah, apalagi kalau penyakit yang di derita adalah penyakit yang membahayakan, seperti: tumor ganas, AIDS, kanker,jantung dan lain sebagainya. Bisa jadi penyakit tersebut masuk dalam stadium yang ‘tak bisa di tolong’ dalam kondisi demikian tentu si penderita yang kelabakan. Ia dalam posisi yang dilematis.  Sebab, jika di biarkan begitu saja kita kasihan, tapi jika di obati tidak ada harapan untuk sembuh. Apalagi keluarga tidak banyak cukup uang untuk biaya pengobatan yang tinggi, sementara penyakitnya sudah cukup akut.
Dalam saat seperti ini biasanya seorang dokter atas kesepakatan keluarga pasien, menempuh jalan euthanesia.
Oleh sebab itulah di sini kami akan membahas hukum tentang penggunaan euthanasia.

B.     RUMUSAN MASALAH
Adapun perumusan yang akan dibahas antara lain:
1.      Penertian euthanasia dan pembagiannya.
2.      Pandangan islam tentang euthanasia.
3.      Beberapa pendapat dari imam syafi’I, imam hanafi dan imam maliki.
4.      Tanggapan Syeh Sulaiman al-Bujairimi
C.    TUJUAN
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk mengetahui
D.    MANFAAT
Pembahasan ini dimaksudkan untuk menambah wawasan kita tentang hukum euthanasia (taisir al-maut).





















BAB II
PEMBAHASAN
1.      Pengertian Euthanasia
Euthanasia ialah menghilangkan derita si sakit dengan cara mengakhiri kehidupannya. Secara medis, euthanasia baru dilaksanakan jika penyakit tersebut tidak mungkin di sembuhkan lagi. Namun demikian, faktor ketidak mampuan biaya juga menjadi pertimbangan. Dalam dunia medis, di kenal tiga macam euthanasia.
a.      Euthanasia aktif
Di sebut euthanasia aktif apabila dokter atau tenaga kesehatan lainnya dengan sengaja melakukan suatu tindakan untuk memperpendek (mengakhiri) hidup pasien.
b.      Euthanasia tidak langsung
Euthanasia ini terjadi apabila dokter atau tenaga medis lainnya tanpa maksud mengakhiri hidup pasien melakukan suatu tindakan medis untuk meringankan hidup pasien, walaupun mereka mengetahui bahwa tindakan tersebut dapat memperpendek hidup pasien.
c.       Euthanasia fasif
Yakni apabila dokter atau tenaga medis lainnya  secara sengaja tidak lagi memberikan bantuan yang dapat memperpanjang hidup pasien.[1]
Dari sini muncul pertanyaan, bagaimana pandangan islam terhadap euthanasia positif? Bagaimana pula dengan euthanasia negative? Apakah kedua tindakan tersebut sama dengan pembunuhan?

2.      Pandangan Islam Tentang Euthanasia
Islam sangat memperhatikan keselamatan dan kehidupan manusia. Karena itulah, islam melarang seseorang bunuh diri. Sebab, pada hakikatnya jiwa yang bersemayam pada jasadnya bukanlah miliknya sendiri.Sebaliknya, jiwa merupakan titipan allah SWT yang harus dipelihara dan digunakan secara benar.  Maka dari itu dia tidak boleh membunuh dirinya sendiri.
Allah SWT berfirman:
Dan janganlah kamu membunuh dirimu (sendiri).Sesungguhnya Allah SWT Maha Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar dan aniaya, maka kami kelak akan memasukkan ke dalam api neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”.[2]
Dalam komentarnya (tentang ayat ini), Imam Fakhurrazi menyatakan bahwa secara fitrah, manusia beriman tidak akan melakukan bunuh diri. Akan tetapi, dalam kondisi tertentu_misalnya karena frustasi,mengalami kegagalan, dan sebagainya_ akan terbuka peluang cukup besar untuk melakukannya. Dalam rangka itulah, AL-Qur’an melarang keras kaum mukmin untuk melakukan bunuhdiri.
Karena alasan itu pula, seorang pesakitan dalam islam untuk dianjurkan untuk segera berobat. Sebab, orang berobat pada hakikatnya  dalam rangka mempertahankan kehidupannya.
Rasulullah bersabda:

ان الله عز وجل حيث خلق الداء خلق الدواء فتدووا
“Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla menciptakan penyakit beserta obatnya. Karena itu, berobatlah”.
Hadis ini memotivasi kepada manusia agar ketika sakit hendaknya berobat untuk kesembuhan penyakitnya. Karena setiap penyakit yang diturunkan oleh allah itu pasti ada obatnya. Meskipun kadang kala, manusia belum mengetahui obatnya. Yang terpenting bagi manusia adalah bahwa ia telah berikhtiar untk menyembuhkan penyakitnya.
Di sisi lain, seseorang juga dilarang keras membunuh orang lain. Sebagai bukti keseriusannya, islam memberikan ancaman dan sanksi yang sangat tegas bagi pelakunya.
Allah SWT berfirman:
 “Dan barang siapa membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya adalah neraka jahannam, kekal ia didalamnya. Allah murka dan mengutuk kepadanya dan menyediakan adzab yang besar baginya.[3]
Pada persoalan euthanasia positif, jika inisiatif untuk melakukan euthanasia itu muncul dari pasien
, maka dokter hanya dikenakan ta’zir. Dalam hal ini kebijakan penuh atas kebijakan hakim.Sedangkan, si pasien justru dianggap sebagai orang yang melakukan bunuh diri.
Lalu, bagaimana halnya dengan euthanasia negative ?persoalan ini tentu berbeda dengan dengan yang pertama (euthanasia positif). Tidak lain karena, dalam hal ini si dokter sudah tidak mampu lagi member pertolongan medis. Karena itu dia tidak bisa dipersalahkan begitu saja.Lebih-lebih, jika keluarga pasien yang sudah tidak mampu lagi membiayai pengobatan dan meminta sendiri agar si pasien tidak diobati.[4]

3.      Pendapat Kalangan Syafi’iyah, Malikiyah, dan Hanafiyah.
a.       Kalangan Syafi’iyah
Secara global, kalangan Syafi’iyah dan jumhur Ulama’ membagi pidana pembunuhan menjadi tiga,
pertama, pembunuhan secara sengaja(al-qatl al-‘amd). Yakni, pembunuhan yang dilakukan secara sengaja dengan menggunakan alat atau benda yang biasanya dapat mematikan.Seperti pisau, sabit, besi, racun, dan lain sebagainya.
Kedua,pembunuhan semi sengaja (al-qatl al-syabih al-‘amd).Yaitu, pembunahan yang dilakukan secara sengaja dengan menggunakan benda yang biasanya tidak mematikan. Misalnya memukul secsra pelan dengan menggunakan tangan,cambuk atau kerikil kecil.
Ketiga, pembunuhan keliru(al-qatl al-khatha).Artinya pembunuhan secara tidak sengaja, misalnya seseorang jatuh mengenai orang lain, lalu orang tersebut mati.[5]
b.      Kalangan Hanafiyah
Lain halnya dengan hanafiyah, mereka membagi bentuk pidana pembunuhan menjadi lima macam, yang meliputi tiga jenis pembunuhan versi jumhur di tambah dengan dua versi mereka.
Pertama, pembunuhan yang diserupakan dengan pembunuhan yang keliru. Misalnya, seseorang yang sedang  tidur lalu terjatuh mengenai orang lain lalu kemudian menyebabkan orang itu mati.
Kedua, pembunuhan dengan penyebab secara tak langsung. Seperti, menggali lobang ditengah jalan umum, lalu ada orang terperosok kedalamnya, kemudian ia mati.
c.       Kalangan Malikiyah
Kelompok malikiyah hanya membagi kepada dua pidana seperti diatas, yakni al-‘amd dan al-katha’.Alasan mereka karena didalam al-Qur’an hanya dibagi menjadi dua jenis pembunuhan tersebut.Selebihnya, lanjut mereka, tidak ada dasar nashnya.
Dari penjelasan diatas, euthanasia aktif bisa masuk dalam pembunuh sengaja.Karena dokter melakukan hal itu secara sengaja dan jelas-jelas menggunakan obat yang pada biasanya memang bisa mempercepat kematian si pasien.Konsekuensinya, si pelaku _dalam hal ini dokter_ dikenakan hukun qishash. Bahkan jika ada ahli waris yang turut mendukung praktik tersebut, maka dia tidak dapat memperoleh warisan. Sebagaimana bunyi qaidah fiqh:
من استعجل شيئا قبل أوانه عوقب بحرمانه
barang siapa mempercepat sesuatu sebelum waktunya, maka terlarang sebab tindak mempercepatnya itu”.[6]
Kaitannya dengan kaidah ini, bahwa seorang ahli waris yang berusaha untuk membunuh orang, agar bisa mewarisi harta oarng tersebut, tidak akan memperoleh bagian warisannyadi kemudian hari. Ini merupakan kutukan islam atas orang-orang yang punya ambisi tinggi untuk bisa memperoleh warisannya (sebanyak-banyaknya) sebelum waktu yang semestinya.

4.      Pendapat Syeh Sulaiman al-Bujairimi.
Beliau menegaskan:
ويسن التدوي لخبر إن الله لم يضع داء إلا جعل له دواء غير الهرم. قال في المجموع فإن ترك التداوي تواكلا على الله فهو أفضل ويكره إكراه المريض عليه.  
orang-orang yang sedang sakit disunnahkan berobat, karena ada hadits,’sesungguhnya Allah tidak menciptakan penyakit tanpa menyertakan obatnya kecuali tua renta. (imam al-Nawawi) berkomentar dalam kitab al-Majmu’, jika seseorang yang sakit tidak mau berobat semata-mata karena tawakkal kepada Allah SWT, maka hal itu lebih utama. Maka makruh hukumnya memaksa ia untuk berobat”[7]

Jika mengikuti jalur ini, menjadi sangat boleh membiarkan kondisi tanpa harus diobati, pasien yang sudah pasrah total kepada Allah SWT. Tindakan dokter atau juga keluarganya membiarkan penyakit pasien berlarut-larut tidak bisa dipisahkan. Karena, barang kali, kondisi inilah yang dikehendaki si pasien. Kalaupun harus mati, si pasien bisa merasa tenang tanpa memikirkan keluarganya dengan tumpukan biaya hutang selama ia sakit misalnya.
Juga, karena mati, pasien bisa lebih cepat bertemu tuhannya. Tuhan yang memang sudah dirindukannya sejak lama. Karena itu ia tak ingin ada yang menghalangi. Termasuk dengan cara memberi obat padanya. Keinginannya sudah bulat.Maka jangan sekali kali menghalangi keinginan mulia dia ini.



BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Menurut istilah kedokteran, euthanasia berarti tindakan agar kesakitan atau penderitaan yang yang dialami seseorang yang akan meninggal diperingan. Euthanasia juga berarti mempercepat kematian seseorang yang ada dalam kesakitan dan penderitaan hebat menjelang kematiannya.
Faktor penyebab euthanasia salah satunya adalah faktor kemiskinan. Ayat Alquran dan Hadis-hadis di atas dengan jelas menunjukkan bahwa bunuh diri itu dilarang keras oleh Islam dengan alasan apapun. Misalnya, seorang menderita AIDS atau kanker tahap akhir yang sudah tak ada harapan sembuh secara medis dan telah kehabisan harta untuk biaya pengobatannya, Islam tetap tidak memperbolehkan si penderita menghabisi nyawanya, baik dengan tangannya sendiri (bunuh diri dengan minum racun atau menggantung diri dan sebagainya), maupun dengan bantuan orang lain, sekalipun dokter dengan memberi suntikan atau obat yang dapat mempercepat kematiannya (euthanasia positif), atau dengan cara menghentikan segala pertolongan terhadap si penderita termasuk pengobatannya (euthanasia negatif). Sebab penderita yang menghabisi nyawanya dengan tangannya sendiri atau dengan bantuan orang lain berarti ia mendahului atau melanggar kehendak dan wewenang Tuhan.



DAFTAR PUSTAKA
H. Abu Yasid,Fiqh Realitas,Pustaka Pelajar,Yogyakarta,2005.
Petrus Yoyo Karyadi, Euthanasia dalam Perspektif Hak Asasi Manusia, Yogyakarta: Media Presindo, 2002
   


[1] Dalam istilah lain ada tiga macam bentuk euthanasia. Pertama euthanasia yang dilakukan atas kemauan pasien. Dua euthanasia yang tanpa permintaan pasien. Tiga euthanasia yang tanpa sikap dari pasien. Lihat petrus yoyo karyadi, Euthanasia dalam Perspektif Hak Asasi Manusia,(Yogyakarta:Media Presindo, 2002), 57-71.
[2] QS,an-Nisa’[4], 29-30.

[3] Al-Syibani, Al-Musnad,juz IV,319
[4] H.Abdul Yasid,fiqh realitas,pustaka pelajar, Yogyakarta,2005.hlm.217
[5] Al-Syarbini,mughni al-muhtaj,jus IV,3;Ibnu Qadamah al-Mughni,juz VIII,236.

[6] Al-suyuthi,al-asybah,152.
[7] Al-Bujairimi,Bujairim ‘ala al-Khathib, Juz II,270


.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar